Masa remaja adalah periode transisi yang penuh dengan warna. Di fase ini, anak tidak lagi sepenuhnya bergantung pada orang tua, tetapi juga belum sepenuhnya siap berdiri sendiri. Mereka mulai dihadapkan pada banyak pilihan: dari hal sederhana seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, hingga keputusan besar seperti menentukan jurusan sekolah atau kuliah. Semua pilihan itu akan membentuk jalan hidup mereka, meski sering kali masih diambil dengan pertimbangan yang terbatas.
Remaja memang sedang belajar untuk mandiri, namun kemampuan mengambil keputusan yang tepat tidak muncul begitu saja. Mereka masih rentan terpengaruh oleh emosi sesaat, tekanan dari teman sebaya, atau minimnya pengalaman. Inilah saat di mana peran orang tua dan pendamping menjadi sangat penting. Bukan untuk mengontrol setiap langkah, melainkan untuk hadir sebagai penuntun agar mereka belajar menimbang pilihan dengan bijak.
Salah satu kunci utama dalam mendampingi remaja adalah memberi mereka ruang untuk berpikir sendiri. Bayangkan seorang remaja yang setiap kali dihadapkan pada pilihan langsung diberi jawaban oleh orang tuanya, pada akhirnya ia akan kehilangan kesempatan untuk belajar mengenali dirinya sendiri. Sebaliknya, ketika diberi ruang untuk mempertimbangkan, ia belajar menghubungkan keinginan dengan konsekuensinya. Orang tua bisa masuk sebagai pendengar yang baik, menanyakan alasan mereka, lalu menawarkan pertimbangan tanpa menghakimi. Dengan begitu, remaja merasa dihargai dan lebih siap untuk menerima saran.
Mendampingi bukan berarti melindungi dari semua kesalahan. Justru terkadang, keputusan yang kurang tepat bisa menjadi guru terbaik. Ketika remaja salah langkah, yang mereka butuhkan bukan penghakiman, melainkan bimbingan untuk mengevaluasi. Ajak mereka melihat bahwa kesalahan bukan akhir dari segalanya, melainkan bagian dari proses belajar. Tunjukkan cara mencari solusi, bukan sekadar menyesali akibat. Dari pengalaman itulah mereka akan belajar bertanggung jawab dan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan berikutnya.
Proses pengambilan keputusan juga bisa dilatih secara sederhana. Misalnya, orang tua bisa mengajarkan langkah-langkah seperti mengenali inti masalah, mencari beberapa alternatif, mempertimbangkan konsekuensi baik dan buruk, lalu berani memilih satu keputusan. Setelah itu, lakukan evaluasi bersama apa yang berjalan baik dan apa yang bisa diperbaiki. Latihan semacam ini akan melatih remaja berpikir kritis sekaligus realistis dalam melihat situasi.
Semakin sering mereka diberi kepercayaan untuk memutuskan, semakin tumbuh pula rasa percaya diri dalam diri mereka. Dukungan orang tua membuat mereka merasa tidak sendirian, sekaligus membangun keyakinan bahwa mereka mampu berdiri di atas pilihannya sendiri. Perlahan, mereka akan belajar menjadi pribadi yang mandiri, tangguh, dan tidak mudah goyah meski dihadapkan pada pilihan sulit.
Pada akhirnya, mendampingi remaja dalam mengambil keputusan bukan soal selalu memberi arahan, tetapi tentang membekali mereka dengan cara berpikir yang matang. Dengan komunikasi yang terbuka, dukungan yang tulus, dan ruang untuk belajar dari pengalaman, remaja akan tumbuh menjadi pribadi yang bijak dalam menimbang langkah, berani bertanggung jawab, dan siap menghadapi tantangan hidup.
